Hampir semua orang tua kini berfokus mengajarkan anak-anak untuk mengenali diri mereka, bermimpi besar, dan menggapai cita-cita. Namun, filosofi mendidik anak dari para filsuf China seperti Mensius, Konfusius, dan Lao Tzu menawarkan pandangan yang berbeda.
Berdasarkan laporan The New York Times, inilah panduan unik dalam membentuk generasi anak-anak dengan cara yang lebih bijaksana.
Jangan Mencari Passion
Banyak orangtua meyakini bahwa mengajarkan anak untuk menggali kelebihannya dan menemukan passion akan membantu mereka memahami nilai dalam diri mereka.
Namun, filosofi China menegaskan bahwa mencari tahu siapa diri Anda dan apa yang Anda cintai bisa menjadi hal berbahaya. Mendorong anak untuk mengenali jati diri mereka pada saat itu dapat membatasi perkembangan mereka seiring berjalannya waktu.
Memandang Diri Sebagai Makhluk yang Terus Berkembang
Filsuf China berpendapat bahwa manusia adalah makhluk kompleks yang selalu berbenturan dengan keberagaman. Oleh karena itu, penting untuk mengajarkan anak-anak melihat diri mereka sebagai makhluk yang terus berubah dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan minat baru seiring waktu.
Berpura-pura dengan Tujuan Mulia
Berpura-pura bukan hanya ritual untuk anak-anak tetapi juga untuk orang dewasa. Mengajarkan mereka untuk berpura-pura menjadi seseorang yang bukan diri mereka dapat membawa manfaat, seperti mempraktikkan ritual Konfusianisme “seolah-olah”.
Contohnya, menyapa ramah meskipun sedang mengalami hari buruk mengajarkan anak untuk sopan dan baik, sambil menghindari terjebak pada konsep menjadi diri mereka apa adanya.
Jangan Hindari Hal yang Tidak Disukai
Anak-anak perlu memahami apa yang mereka suka dan tidak suka, tetapi tulisan Mensius menyoroti keefisienan membuat rencana matang untuk karier masa depan. Anak-anak perlu didorong untuk memperhatikan semua hal, bahkan melakukan apa yang belum bisa mereka kuasai, karena kehidupan dapat berubah seiring waktu.
Menahan Diri dengan Konsep Kekuatan Lawan Kelemahan
Meskipun anak-anak diajarkan untuk proaktif, ekspresif, dan tegas, Filsuf Lao Tzu menekankan konsep kekuatan melawan kelemahan. Anak yang memahami bahwa kekuatan sejati datang dari pemahaman terhadap kelemahan dapat menghindari risiko melukai orang lain atau merugikan hubungan sosial.
Hubungan Antar Manusia yang Responsif
Melihat dunia sebagai hubungan yang tak pernah habis, para filsuf China menekankan kepedulian terhadap satu sama lain. Pendidikan anak dalam kesadaran, adaptasi, dan responsivitas akan membantu mereka menjadi manusia yang lebih baik, menciptakan dunia yang lebih baik.
Dengan mengadopsi pandangan filosofi China, orang tua dapat memberikan pendidikan yang unik dan efektif untuk membentuk karakter anak-anak. Ini adalah langkah menuju pembentukan generasi penerus yang tangguh dan adaptif.
Sumber: The New York Times